HIPERTENSI
PENDAHULUAN
Di negara yang sudah maju, hipertensi telah menjadi masalah kesehatan yang menjadi masalah dan perhatian dengan baik. Karena angka prevalensi yang tinggi dan akibat jangka panjang yang ditimbulkan mempunyai konsekuensi tertentu. Di negara-negara tersebut dari penyelidikan yang ada, mis : AS, terlihat adanya kecenderungan bahwa masyarakat perkotaan lebih banyak menderita hypertensi dari pada masyarakat pedesaan. Insidensi di Amerika 15 % golongan kulit putih dewasa dan 25-30 % golongan kulit hitam. Sedangkan di Indonesia sampai saat ini belum terdapat penyelidikan yang bersifat rasional multisenter yang dapat menggambarkan prevalensi hipertensi secara tepat. Prevalensi di seluruh dunia tidaklah sama. Walaupun penyebabnya tidak diketahui pasti namun banyak fakta yang mempengaruhi seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf sympatik, system renin, angiotensi, obesitas, alcohol, merokok serta polisitemia.
DEFENISI HIPERTENSI
Hipertensi adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan curah jantung dan kenaikan pertahanan perifer. dikatakan hipertensi jika tekanan darah sistolik yang lebih besar atau sama dengan 140 mmHg atau peningkatan tekanan darah diastolik yang lebih besar atau sama dengan 90 mmHg.
Hipertensi diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara terus menerus sehingga melebihi batas normal.
Umumnya tekanan darah normal seseorang 120 mmHg/80 mmHg. Hasil pemeriksaan tersebut dilakukan 2 atau lebih pemeriksaan dan dirata-rata.
TEKANAN DARAH
Tekanan darah adalah tekanan yang digunakan untuk mengedarkan darah di pembuluh darah dalam tubuh. Jantung yang berperan sebagai pompa otot mensuplai tekanan tersebut untuk menggerakan darah dan juga mengedarkan darah diseluruh tubuh.
Pembuluh darah (arteri) memiliki dinding-dinding yang elastis dan menyediakan resistensi yang sama terhadap aliran darah. Oleh karena itu, ada tekanan dalam sistem peredaran darah, bahkan detak jantung.
Tekanan darah adalah tekanan yang dilakukan darah atas dinding pembuluh darah. Besaran yang dipakai dalam pengukuran dengan mercury sphygnomanometer yaitu tekanan darah sistolik dan diastolik.
Pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai "normal". Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik.
Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih , diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka beberapa minggu.
ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
1. Hypertensi essential dan hypertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut hypertensi idiopatik. Faktor yang mempengaruhi genetik, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatis, system renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intracellular dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko seperti obesitas, alcohol, merokok serta polisitemia.
2. Hypertensi sekunder atau hypertensi renal, penyebabnya karena penggunaan esterogen, penyakit ginjal, hypertensi vascular renal, hyperaldosteronisme primer, dan syndrome cushing, feokromositoma, coartasio aorta, hypertensi yang berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain.
PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan
darah melalui dua aksi utama yaitu:
· Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.
ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin.
Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
· Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi darah, kaliber vaskuler viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural.
Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi. Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang kadang-kadang muncul menjadi hipertensi yang persisten.
Setelah periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat. Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun.
GEJALA KLINIS
Tanda dan Gejala Hipertensi
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus).
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan.
Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma [peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin]. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan.
Manifestasi Klinis Hipertensi Sebagian besar manifestasi klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun, dan berupa :
· Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranium
· Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi
· Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
· Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus
· Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum melakukan therapy bertujuan untuk menentukan adanya kerusakan organ-organ dan factor lain / mencari penyebab hipertensi.
- Pemeriksaan urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalsium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL & EKG.
- Pemeriksaan clearens kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL, TSH, dan ekokardiografi.
KRITERIA DIAGNOSA
Anamnese : Dengan gejala keterlibatan organ tubuh
Pengukuran tekanan darah :
- Dengan spigmometer di lengan kanan / kiri duduk atau berbaring sedikitnya setelah lima menit istirahat.
- Dilakukan pengukuran sebanyak 2 x sampai 3 x pemeriksaan dengan interval 2-3 menit
- Pencatatan tekanan diambil dari pemeriksaan kedua dan ketiga.
- Bila perlu dilakukan pengukuran tekanan darah sewaktu berdiri dan di kaki sewaktu berbaring.
KLASIFIKASI HIPERTENSI
A.BERDASARKAN NILAI TEKANAN DARAH
Berdasarkan Nilai Tekanan Darahnya Pada tahun 2004, The Joint National Commitee of Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of The Blood Pressure (JNC-7) mengeluarkan batasan baru untuk klasifikasi tekanan darah, <120/80 mmHg adalah batas optimal untuk risiko penyakit kardiovaskular.
Didalamnya ada kelas baru dalam klasifikasi tekanan darah yaitu pre-hipertensi. Kelas baru pre-hipertensi tidak digolongkan sebagai penyakit tapi hanya digunakan untuk mengindikasikan bahwa seseorang yang masuk dalam kelas ini memiliki resiko tinggi untuk terkena hipertensi, penyakit jantung koroner dan stroke dengan demikian baik dokter maupun penderita dapat mengantisipasi kondisi ini lebih awal, hingga tidak berkembang menjadi kondisi yang lebih parah.
Individu dengan prehipertensi tidak memerlukan medikasi, tapi dianjurkan untuk melakukan modifikasi hidup sehat yang penting mencegah peningkatan tekanan darahnya. Modifikasi pola hidup sehat adalah penurunan berat badan, diet, olahraga, mengurangi asupan garam, berhenti merokok dan membatasi minum alkohol
Tabel.2.1 Klasifikasi Hipertensi KLASIFIKASI | TEKANAN ( mmHg) | |
SISTOL | DIASTOL | |
Normal | < 120 mmHg | < 80 mmHg |
PRE-HIPERTENSI | 120-139 mmHg | 80 – 89 mmHg |
HIPERTENSI : | ||
Stadium 1 | 140 – 159 mmHg | 90 – 99 mmHg |
Stadium 2 | > 160 mmHg | > 100 mmHg |
· Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik. Biasanya ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.
· Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang meninggi) yaitu peningkatan tekanan darah pada sistol dan diastol.
· Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik. Umumnya ditemukan pada usia lanjut
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis.
PENATALAKSANAAN HIPERTENSI
TUJUAN TERAPI
Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah :
1. Mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular dan renal akibat komplikasi
2. Tekanan darah yang diharapkan setelah terapi adalah <140/90 mmHg tanpa adanya komplikasi, hal ini berhubungan dengan penurunan risiko komplikasi CVD (Coronary Vascular Disease)
3. Pasien hipertensi dengan komplikasi diabetes mellitus dan penyakit renal, tekanan darah yang diharapkan dapat dicapai setelah terapi yaitu <130/80 mmHg
Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC VII.
• Kebanyakan pasien < 140/90 mm Hg
• Pasien dengan diabetes < 130/80 mm Hg
• Pasien dengan penyakit ginjal kronis < 130/80 mm Hg
PENATALAKSANAAN HIPERTENSI DAPAT DILAKUKAN DENGAN :
1. Terapi nonfarmakologi
2. Terapi farmakologi
Terapi nonfarmakologi
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam penanganan hipertensi.
Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup. Perubahan yang sudah terlihat menurunkan tekanan darah dapat terlihat pada tabel 4 sesuai dengan rekomendasi dari JNC VII. Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien dengan hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah prehipertensi.
Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk; mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium; diet rendah natrium; aktifitas fisik; dan mengkonsumsi alkohol sedikit saja.
Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi; mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari menggunakan obat.
Program diet yang mudah diterima adalah yang didisain untuk menurunkan berat badan secara perlahan-lahan pada pasien yang gemuk dan obes disertai pembatasan pemasukan natrium dan alkohol. Untuk ini diperlukan pendidikan ke pasien, dan dorongan moril.
Fakta-fakta berikut dapat diberitahu kepada pasien supaya pasien mengerti rasionalitas intervensi diet :
a. Hipertensi 2 – 3 kali lebih sering pada orang gemuk dibanding orang dengan berat badan ideal
b. Lebih dari 60 % pasien dengan hipertensi adalah gemuk (overweight)
c. Penurunan berat badan, hanya dengan 10 pound (4.5 kg) dapat menurunkan tekanan darah secara bermakna pada orang gemuk
d. Obesitas abdomen dikaitkan dengan sindroma metabolik, yang juga prekursor dari hipertensi dan sindroma resisten insulin yang dapat berlanjut ke DM tipe 2, dislipidemia, dan selanjutnya ke penyakit kardiovaskular.
e. Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh dapatmenurunkan tekanan darah pada individu dengan hipertensi.
f. Walaupun ada pasien hipertensi yang tidak sensitif terhadap garam kebanyakan pasien mengalami penurunaan tekanan darah sistolik dengan pembatasan natrium.
JNC VII menyarankan pola makan DASH yaitu diet yang kaya dengan buah, sayur, dan produk susu redah lemak dengan kadar total lemak dan lemak jenuh berkurang. Natrium yang direkomendasikan < 2.4 g (100 mEq)/hari.
Aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga aerobik secara teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk kebanyakan pasien.
Studi menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah. Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan berat badan. Pasien harus konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis olah-raga mana yang terbaik terutama untuk pasien dengan kerusakan organ target. Merokok merupakan faktor resiko utama independen untuk penyakit kardiovaskular.
Pasien hipertensi yang merokok harus dikonseling berhubungan dengan resiko lain yang dapat diakibatkan oleh merokok.
Modifikasi Rekomendasi Kira-kira Penurunan Tekanan Darah, Range
Modifikasi | rekomendasi | Range penurunan tekanan darah |
Penurunan berat badan (BB) | Pelihara berat badan normal (Body Mass Index 18.5 – 24.9) | 5-20 mmHg/10-kg penurunan BB 13 |
Adopsi pola makan DASH | Diet kaya dengan buah, sayur, dan produk susu rendah lemak | 8-14 mm Hg16 |
Diet rendah sodium | Mengurangi diet sodium, tidak lebih dari 100meq/L (2,4 g sodium atau 6 g sodium klorida) | 2-8 mm Hg |
Aktifitas fisik | Regular aktifitas fisik aerobik seperti jalan kaki 30 menit/hari, beberapa hari/minggu | 4-9 mm Hg18 |
Minum alkohol sedikit saja | Limit minum alkohol tidak lebih dari 2/hari (30 ml etanol [mis.720 ml beer, 300ml wine) untuk laki-laki dan 1/hari untuk perempuan | 2-4 mm Hg |
Terapi Farmakologi
Pada prinsipnya, pengobatan hipertensi dilakukan secara bertahap. Kelompok obat antihipertensi yang saat ini digunakan sebagai pilihan terapi hipertensi, yaitu :
a. Diuretik
Semua kelas diuretik menyebabkan peningkatan eksresi natrium oleh ginjal (natriuresis) dimana efek ini bertanggung jawab terhadap aktivitas antihipetensi dari diuretik.
Diuretik tiazid memiliki efek natriuresis sedang dan merupakan diuretik yang paling banyak digunakan dalam pengobatan hipertensi.
Loop diuretic memiliki efek natriuresis besar dan hanya digunakan bila diuretik thiazid tidak efektif atau dikontraindikasikan untuk penderita.
Potassium sparing diuretic memiliki efek natriuresis yang rendah, dan umumnya digunakan dalam bentuk kombinasi dengan diuretik thiazid atau loop diuretik mengurangi ekskresi kalium atau untuk mencegah hipokalemia.
Diuretik thiazid
Yang tergolong di dalamnya ialah: hidrochlortiazid, bendroflumethiazide, chlortalidone, metolazone, indapamide, dan xipamide.
Indikasi
Diuretik thiazid merupakan pilihan pertama untuk terapi hipertensi. Thiazid dapat digunakan dalam bentuk tunggal maupun kombinasi dengan antihipertensi lain. Kombinasi dengan ACEI atau β-bloker merupakan kombinasi yang umum digunakan.
Mekanisme kerja
Pada penggunaan jangka pendek, diuretik thiazid menurunkan volume darah yang berdampak pada penurunan cardiac output. Pada penggunaan jangka panjang, diuretik thiazid juga menurunkan tahanan perifer, yang tampaknya berperan dalam efek antihipertensi jangka panjang dari obat ini.
Perhatian
Hipokalemia dapat terjadi pada penggunaan diuretik tiazid. Hipokalemia berbahaya pada pasien PJK dan yang sedang menerima obat cardiac glycosides. Seringkali untuk mengatasi efek hipokalemia penggunaannya dikombinasi dengan potasium sparing diuretik atau suplement potasium.
Loop diuretik
Yang tergolong di dalamnya ialah: Furosemide, Torasemide, dan Bumetanide.
Indikasi
Loop diuretik digunakan pada pasien pulmonary oedema akibat gangguan pada ventrikel kiri, pada pasien CHF (Chronic Heart Failure), dan juga pasien diuretic-resistant oedema
Mekanisme kerja
Loop diuretik terutama bekerja pada bagian menaik dari loop of Henle dengan menghambat reabsorbsi elektrolit sehingga meningkatkan ekskresi natrium.
Perhatian
Hipokalemia dapat terjadi pada penggunaan furosemid. Hipokalemia berbahaya pada pasien PJK berat dan yang sedang menerima obat cardiac glycosides. Resiko hipokalemia dapat meningkat pada penggunaan furosemid dosis tinggi apalagi bila diberikan dalam bentuk sediaan injeksi. Seringkali untuk mengatasi efek hipokalemia penggunaannya dikombinasi dengan potasium sparing diuretik atau suplement potasium.
Potassium Sparing Diuretik
Yang tergolong di dalamnya ialah: Amiloride HCl, dan Triamterene
Indikasi
Potassium sparing diuretik digunakan sebagai tambahan pada terapi dengan diuretik thiazid dan loop diuretik untuk mencegah terjadinya hipokalemia.
Mekanisme kerja
Potassium sparing diuretik terutama bekerja pada tubulus distal ginjal untuk meningkatkan ekskresi natrium dan menurunkan ekskresi kalium.
Perhatian
Potasium sparing diuretik dapat meyebabkan terjadinya hiperkalemia terutama pada pasien yang dengan riwayat gangguan ginjal kronis atau diabetes dan pasien yang sedang menggunakan ACE inhibitor, ARB, NSAID atau potassium suplement.
b. Aldosterone Antagonist
Termasuk golongan Potassium sparing diuretik. Yang tergolong di dalamnya ialah: Eplerenone, dan Spironolactone.
Indikasi
Aldosteron antagonis diindikasikan untuk oedema, pada dosis rendah memiliki efek kerja pada penderita gagal jantung dan juga digunakan pada penderita primary hyperaldosteronism.
Pemberian jangka lama aldosteron antagonis umumnya direkomendasikan pada penderita post STEMI tanpa gangguan fungsi ginjal yang berat atau hiperkalemia LEVF (Left Ventricle Ejection Fraction) pada penderita gagal jantung dan diabetes.
Spironolacton adalah antagonis aldosteron yang paling banyak digunakan. Suatu penelitian Radomized Aldactone Evaluation Study (RALES) menunjukkan, terjadi 30% penurunan angka kematian dengan menggunakan spironolacton pada penderita gagal jantung sedang sampai berat.
Mekanisme kerja
Aldosterone antagonist bekerja pada bagian distal tubulus renal sebagai antagonis kompetitif dari aldosteron.
Perhatian
Untuk jenis obat spironolacton harus dihindari pada gangguan fungsi ginjal dan hati-hati bila dikombinasikan dengan ACE inhibitor/ARB, akan menyebabkan hiperkalem.
c. α-Bloker
Yang tergolong di dalamnya ialah: Doxazosin, Prazosin, Terazosin, dan Indoramin.
Indikasi
α-bloker merupakan antihipertensi alternatif pilihan pertama apabila diuretik atau β-bloker dikonraindikasikan atau tidak ditoleransi dengan baik. α-bloker terutama diindikasikan untuk penderita benign prostatic hyperplasia. α-bloker tidak berpengaruh terhadap profil lipid dan glukosa sehingga berguna pada penderita dengan dislipidemia atau intoleransi glukosa.
Mekanisme kerja
α-bloker menyebabkan vasodilatasi dan menghambat aksi noradrenalin pada post sinaptic adrenoseptor α1 baik pada arteriol maupun vena, dimana hal ini mengakibatkan penurunan tahanan perifer dan tekanan darah.
Perhatian
Jarang digunakan sebagai pilihan utama karena mempunyai efek samping yang sering menganggu yaitu hipotensi postural, palpitasi dan sakit kepala.
d. β-blocker
Terbagi menjadi 2 sub class yaitu:
· β-bloker cardioselektif (selektif reseptor β-1) yaitu atenolol, acebutolol, metoprolol, bisoprolol, betaxolol, celiprolol
· β-bloker non-cardioselektif (reseptor β-1 dan β-2) yaitu carvedilol, propanolol dan pindolol.
Indikasi
Beta bloker pertama kali direkomendasikan oleh JNC-7 sebagai terapi ’first line’ alternatif dari diuretik. Pilihan terapi pada semua bentuk iskemik heart disease kecuali pada angina varian vasospastic prinzmetal.
Beta bloker merupakan pilihan terapi pada angina, baik angina stabil maupun angina tidak stabil, dapat menurunkan resiko mortalitas pada fase akut infark miokard dan setelah periode infark dan juga pilihan terapi untuk kondisi lainnya seperti hipertensi, arrhythmia’s serius dan cardiomyopathy.
Pada peningkatan titrasi dosis secara hati-hati diketahui memiliki efek mengurangi resiko mortalitas pada pasien gagal jantung.
Pada dosis kecil β-bloker cardioselektif dapat digunakan pada pasien bronkospasme atau chronic lung disease.
Pada angina dan hipertensi penggunaan β-bloker cardioselektif lebih efektif dibandingkan dengan noncardioselektif, sedangkan β-bloker noncardioselektif memiliki efek antiarrhytmics yang lebih baik dibandingkan dengan cardioselektif. Bisoprolol merupakan agent β1 yang selektif, tidak memiliki ISA (Intrinsik Sympathomimetic Activity) dan bekerja lama, dipakai secara luas dan berhasil dalam studi besar pada populasi gagal jantung dimana terjadi penurunan yang besar yang tidak hanya pada mortalitas namun juga sudden cardiac death.
β-bloker direkomendasikan untuk penderita hipertensi dengan infark miokard karena obat ini mempunyai keuntungan sebagai anti hipertensi, anti iskemia, anti aritmia dan mampu mengurangi remodelling ventrikel.
Dosis awal dari beta bloker umumnya kecil dan pelan-pelan dinaikkan sampai dosis target (berdasarkan trial klinis yang besar), peningkatan ini tergantung pada individual. Kontraindikasi harus diawasi, seperti asma bronkial, severe bronkial disease, bradikardia simptomatik dan hipotensi.
Mekanisme kerja
Secara umum β-bloker menghambat aksi noradrenalin pada reseptor adrenergik β-1 di jantung dan jaringan lain sehingga menyebabkan penurunan cardiac output melalui penurunan denyut jantung dan kontraktilitas.
β-bloker juga menghambat sekresi renin dari sel-sel juxtaglomerular ginjal yang mengakibatkan penurunan pembentukan angiotensin II dan rilis aldosteron
Perhatian
Penghentian mendadak terapi beta blocker menyebabkan gejala putus obat (withdrawl) yang dapat memperburuk PJK. Dapat dilakukan tindakan preventif dengan pengurangan bertahap dosis beta blocker sebelum terapi dihentikan.
Penggunaan beta blocker bersamaan dengan verapamil menyebabkan risiko hipotensi dan asystole yang dapat meningkatkan risiko gagal jantung pada penderita penyakit jantung koroner.
e. ACE inhibitor ( ACEI )
Yang tergolong di dalamnya ialah: Captopril, Cilazapril, Enalapril maleat Lisinopril, Perindopril erbumine, dan Ramipril.
Indikasi
ACE inhibitor merupakan antihipertensi alternatif pilihan pertama apabila diuretik atau β-bloker dikontraindikasi atau tidak ditoleransi dengan baik. ACEI terutama direkomendasikan pada penderita gagal jantung, disfungsi ventrikel kiri dan EF <40%, hipertensi disertai dengan diabetes tipe 2.
ACE inhibitor juga sangat bermanfaat bila diberikan terutama pada infark luas, infark dengan penurunan fungsi ventrikel kiri, infark dengan edema paru akut dan infark miokard dengan hipertensi. Umumnya dipilih jenis obat dengan lama kerja pendek dan mempunyai gugus sulfhidril.
Dalam meminimalisir risiko hipotensi dan kerusakan pada ginjal, terapi ACE inhibitor hendaknya dimulai dari dosis kecil dan kemudian dilanjutkan dengan titrasi dosis sampai dosis target. Fungsi renal dan konsentrasi potasium harus dievaluasi dalam 1-2 minggu setelah dimulai pemberian secara perodik, terutama setelah dosis ditingkatkan.
Mekanisme kerja
ACE inhibitor menghambat Angiotensin Converting Enzym sehingga menyebabkan vasodilatasi, penurunan resistensi perifer dan penurunan kadar hormon aldosteron.
Perhatian
Pada penggunaan ACE inhibitor yang harus diperhatikan yaitu meningkatnya kadar K+ dalam tubuh (hiperkalemia) bila digunakan bersamaan dengan potasium sparing diuretik, oleh karena itu selama penggunaan perlu dilakukan monitoring kadar K+ dalam tubuh.
Pada penggunaan kombinasi pertamakali dengan diuretik efek hipotensi dapat muncul dengan tiba-tiba sehingga diuretik perlu dihentikan satu hari saat menggunakan ACE inhibitor.
ACE inhibitor juga dapat meningkatkan serum kreatinin, sehingga pada pasien dengan risiko renal impairment selama penggunaan harus hati-hati dan dilakukan monitoring serum kreatinin.
f. Angiotensin Receptor Bloker (ARB)
Yang tergolong di dalamnya ialah: candesartan cilexetil, losartan potassium, irbesartan, olmesartan medoxomil, valsartan, dan telmisartan.
Indikasi
Angiotensin II Receptor Antagonist merupakan alternatif pilihan antihipertensi untuk penderita yang tidak mentoleransi ACEI karena efek samping yang berupa batuk kering dan angioedema.
ARB dapat diberikan pada penderita STEMI yang intoleren terhadap ACEI, dimana penderita tersebut secara klinis dan radiologis menunjukkan kondisi gagal jantung atau fraksi ejeksi <0.40 untuk itu biasanya direkomendasikan penggunaan valsartan dan candesartan.
Mekanisme kerja
ARB merupakan antagonis kompetitif dari angiotensin II pada reseptor AT1, yang menyebabkan penurunan resistensi perifer tanpa adanya reflek peningkatan denyut jantung dan menurunkan kadar aldosteron. ARB tidak menimbulkan efek bradikinin yang menyebabkan munculnya efek samping batuk seperti pada penggunaan ACEI.
Perhatian
Monitoring konsentrasi plasma potasium terutama pada pasien lansia dan pasien dengan renal impairment, karena efek hiperkalemianya.
g. Antagonis Kalsium
Antagonis kalsium dibagi menjadi dua subclass yaitu:
· Dihydropyridine
· non dihydropyridine.
Dihydropyridine mempengaruhi baroreseptor dengan refleks takikardia karena efeknya yang kuat dalam mengakibatkan vasodilatasi perifer.
Dihydropyridine tidak mempengaruhi konduksi nodal atrioventrikular dan tidak efektif pada supraventrikular tachyarrhytmias, Sedangkan non dihydropyridine menyebabkan penurunan heart rate dan memperlambat konduksi nodal atrioventrikular, sama dengan golongan beta bloker obat ini dapat digunakan pada supraventrikular tachyarrhytmias.
Dihydropyridine
Yang tergolong di dalamnya ialah: Amlodipine, Nifedipine dan Felodipine.
Indikasi
Jika angina stabil dan tekanan darah tidak dapat dikontol dengan beta bloker atau jika terjadi kontraindikasi dengan beta bloker maka dapat menggunakan golongan calcium channel bloker. Calcium channel bloker dapat mengurangi total resisten perifer dan resistensi koroner sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Seringkali beta bloker dan calcium channel bloker dikombinasikan.
Mekanisme aksi
CCB bekerja dengan mengintervensi pemindahan ion kalsium melalui kanal kalsium di membran sel, dimana bertanggung jawab menjaga plaeau phase potensi aksi. Depolarisasi jaringan lebih bergantung kepada influks kalsium ketimbang natrium, terutama pada otot polos vaskular, sel-sel myokardial, dan sel-sel yang terdapat dalam nodus-nodus sinoatrial dan atrioventrikular. Blokade pada kanal kalsium mengakibatkan vasodilatasi koroner dan perifer, aksi inotropik negatif, mereduksi denyut jantung, dan memperlambat konduksi ventrikular.
Perhatian
Nifedipine short acting tidak direkomendasikan pada penderita angina atau untuk terapi jangka panjang pada penderita hipertensi, karena efeknya yang dapat menyebabkan hipotensi dan reflek takikardia.
Nifedipine memiliki efek inotropik negatif sehingga tidak disarankan pada pasien gagal jantung dengan efek mereduksi kerja dari ventrikel kiri.
Penghentian mendadak terapi calcium channel blocker menyebabkan gejala putus obat (withdrawl) yang dapat memperburuk angina.
Non Dihydropyridine
Yang tergolong di dalamnya ialah: diltiazem HCl, dan verapamil HCl
Indikasi
Sama dengan antagonis kalsium dihydropyridine.
Mekanisme aksi
Sama dengan antagonis kalsium dihydropyridine.
Perhatian
Verapamil tidak boleh diberikan bersamaan dengan beta bloker karena efek kronotropik dan inotropik negatif nya yang kuat, sehingga harus diberikan dengan hati-hati pada penderita gagal jantung atau yang sedang diterapi dengan beta bloker. Penghentian mendadak terapi calcium channel blocker menyebabkan gejala putus obat (withdrawl) yang dapat memperburuk angina.
Mencapai Tekanan Darah pada masing-masing pasien
Kebanyakan pasien dengan hipertensi memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan. Penambahan obat kedua dari kelas yang berbeda dimulai apabila pemakaian obat tunggal dengan dosis lazim gagal mencapai target tekanan darah. Apabila tekanan darah melebihi 20/10 mm Hg diatas target, dapat dipertimbangkan untuk memulai terapi dengan dua obat.
Yang harus diperhatikan adalah resiko untuk hipotensi ortostatik, terutama pada pasien-pasien dengan diabetes, disfungsi autonomik, dan lansia.
Jenis Terapi Obat Anti Hipertensi
Terapi Tunggal
Penggunaan satu macam obat anti hipertensi untuk pengobatan hipertensi dapat direkomendasikan bila nilai tekanan darah awal mendekati nilai tekanan darah sasaran. Menurut JNC-7 nilai tekanan darah awal mendekati nilai tekanan darah sasaran apabila selisihnya kurang dari 20 mmHg untuk tekanan darah sistolik dan kurang darah sistolik dan kurang dari 10 mmHg untuk tekanan darah diastolik. Hal ini meliputi penderita hipertensi tahap 1 dan tekanan darah sasaran <140/90 mmHg.
Menurut Gardner (2007) setengah penderita tekanan darah tinggi tahap I dan II dapat mengendalikan tekanan darah mereka dengan satu obat saja. Jika satu obat tidak efektif, maka dapat ditingkatkan dosisnya jika tidak ada efek sampingnya.
Alternatif-alternatif lainnya adalah mencoba obat yang berbeda dan menambahkan satu obat lagi pada obat yang telah diminum (kombinasi).
Terapi Kombinasi
Ada 6 alasan mengapa pengobatan kombinasi pada hipertensi dianjurkan:
1. Mempunyai efek aditif
2. Mempunyai efek sinergisme
3. Mempunyai sifat saling mengisi
4. Penurunan efek samping masing-masing obat
5. Mempunyai cara kerja yang saling mengisi pada organ target tertentu
6. Adanya “fixed dose combination” akan meningkatkan kepatuhan pasien (adherence)
Fixed-dose combination yang paling efektif adalah sebagai berikut:
1. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan diuretik
2. Penyekat reseptor angiotensin II (ARB) dengan diuretik
3. Penyekat beta dengan diuretik
4. Diuretik dengan agen penahan kalium
5. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan antagonis kalsium
6. Agonis α-2 dengan diuretik
7. Penyekat α-1 dengan diuretic
KOMPLIKASI
1. Cerebrovaskular : - Stroke Iskemik
- Perdarahan Serebral
2. Jantung : - Infark Myocard
- Angina Dectoris
- Gagal jantung kongestif
3. Mata : - Perdarahan retina
- Gangguan penglihatan sampai kebutaan
- Edema papil
4. Otak : - Terjadi perdarahan akibat pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibatkan kematian.
- Iskemik otak sementara
5. Ginjal : - Gagal ginjal kronik
- Nefropati diabetik
- Infark ginjal
- Prelonefritis
PROGNOSA
Pengobatan dengan OAH bila sesuai kombinasi dan sesuai dengan “Go Slow Slep Slow” maka akan berprognosa baik. Hal yang ditakutkan pada hipertensi berat. Bila sudah mengalami komplikasi dan tidak diberikan OAH maka pronosisnya baik.
TUJUAN PENGOBATAN HIPERTENSI
a. Tujuan Jangka Pendek
- Untuk menurunkan tekanan darah dan mengontrol tekanan darah
- Menghilangkan keluhan / gejala DM dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat.
b. Tujuan Jangka Panjang
Adalah untuk mencegah komplikasi
- Jantung koroner
- Pada mata terjadi perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai kebutaan.
- Ginjal :
- Dapat berupa nekrosis fibroid pada pembuluh darah afferent dan penebalan intima pada arteri interlobaris yang dapat menimbulkan nekrosis kapiler glomerulus
- Gagal ginjal.
- Jantung : misal jantung koroner, miocard dan payah jantung
- Otak : sering terjadi perdarahan, akibat pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibatkan kematian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar